Muhammad Sulaiman

1B115099

The Genius of Steve Jobs – How to Think Like a Disruptor

Leave a Comment


Nama Steve Jobs sebagai pendiri Apple telah melahirkan gelombang pengikut yang cukup besar. Bagi banyak orang, Steve adalah manusia yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan, sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi) hal ini tercermin dari terkenalnya Steve Jobs sebagai inovator teknologi, bahkan ada yang menyebut dia adalah seorang disruptor. Ada pula yang menyebutnya sebagai seorang filsuf. 

Jasad steve yang dimakamkan di Alta Mesa Memorial Park, namun sangat melekat di ingatan tentang Ego dan kepribadian beliau yang inspirasional, tentang perkembangan teknologi dan Inovasi yang kini ada, tidak terlepas berkat inovasi beliau, jika mungkin Apple tidak meluncurkan produk iPod touch dengan fitur multitouchnya, mungkin saat ini ponsel ber-keyboard masih merajai pasar teknologi selular.

Steve terbukti telah menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif dan menjadikan Apple sebagai perusahaan disruptif, keberadaan Apple memang menganggu dan merusak pasar yang sudah ada. Disini yang ingin saya tekankan dan menjadi pengantar dalam tulisan ini adalah: disruptif itu nyata. Ia bisa datang tiba-tiba. Tanpa kompromi, menggerogoti bisnis, hingga mengubah cara kita menjalani bisnis itu. Dan, strategi disruptif itulah yang juga dilakukan oleh Steve Jobs.

Ketertarikan saya pada Steve Jobs dimulai sejak lima tahun lalu. Meski saya tidak pernah mengenalnya secara pesonal (ya iyalah), tapi saya melihatnya dari video-video persentasinya di YouTube, serta dari buku-buku mengenai sosoknya.

Salah satu buku mengenai Steve Jobs yang paling menarik bagi saya adalah "Dillema The Innovator", karya profesor Harvard Business School Clay Christensen. Padahal buku ini bukan bercerita mengenai biografi Jobs, melainkan hanya buku bisnis yang mengupas soal Steve Jobs.

Ketika buku itu menceritakan periode kepergian sementara Steve Jobs dari Apple, dan posisinya sempat diambil alih John Sculley, terungkap bahwa salah satu akar masalah mendasar dari Apple adalah soal mission. Di tangan John, Apple bertekad meraih keuntungan berlipat-lipat sebagai prioritas utama perusahaan, ketimbang menciptakan produk yang sesuai passion dan perasaan intelektual sang pendiri.


"Passion saya adalah membangun sebuah perusahaan abadi di mana orang-orang termotivasi untuk membuat produk yang hebat. Produk adaah motivasi, bukan keuntungan," kata Steve Jobs dalam buku itu.

Tentu, sebagai perusahaan, kita selalu mengharapkan keuntungan (profit). Namun, bagi Jobs, itu saja tidak lah cukup! Saat John Sculley mengambil alih kendali perusahaan, modal perusahaan hanya bisa bertahan 90 hari kerja. Dengan kata lain, Apple akan bangkrut dalam tiga bulan lagi.



Siapa yang tega melihat perusahaan yang didirikan dari secercah mimpi-mimpi hancur  begitu sjaa. Steve Jobs tak mau itu terjadi. Namun, ketika Jobs kembali, ia benar-benar membalikkan keadaan perusahaan. Dengan Kesadaran yang dinyatakan (expressed conscious) Steve mampu menyampaikan gagasannya sehingga dengan mudah diterima oleh seluruh karyawannyaDia tahu, perusahaan harus mencetak uang untuk tetap bertahan hidup. Akan tetapi, keyakinan/gagasan Jobs tidaklah berubah. Laba dipandangnya sebagai kebutuhan, akan tetapi tidak cukup untuk menjadikannya sebagai tujuan Apple.

Sikap semacam ini sulit terlihat pada hampir setiap perusahaan Fortune 500 lainnya. Seorang eksekutif yang pernah bekerja di Apple dan Microsoft menggambarkan perbedaan kebudayaan (mencakup kepercayaan serta kebiasaan dan cara berfikir) antar kedua peruusahaan sebagai berikut: "Cara kerja Microsoft yaitu mencoba menemukan kira-kira celah apa yang ada untuk mencetak pendapatan. Setelah itu, barulah mencari apa yang harus dibuat.

Sedangkan Apple sebaliknya. Steve selalu berpikir untuk menciptakan produk yang besar terlebih dahulu, kemudian menjual mereka ke pasar. Perkara sukses atau tidak produk itu, hanya persoalan lain. Toh, sampai saat ini, produknya sukses-sukses saja kan.

Misi pun tak hanya bisa dijalankan oleh Steve Jobs seorang. Tentu saja, Jobs membutuhkan sistem organisasi kemasyarakatan, yakni membutuhkan dukungan karyawan yang bekerjasama sehingga bisa mewujudkan mimpi-mimpi perusahan itu. Para pekerja Apple benar-benar orang pilihan yang bekerja untuk menjaga nilai-nilai dari misi perusahaan Apple itu. Dan mereka bangga dengan hal tersebut.

"Tidak peduli seberapa besar Anda, jika Anda tidak bisa menyampaikan misi perusahaan, Anda harus keluar", begitulah kurang lebih wanti-wanti Steve Jobs kepada seluruh karyawannya. Seorang mantan manajer produk Apple sempat memberikan testimoninya mengenai Apple seperti berikut ini.

"Anda memiliki keistimewaan bekerja untuk perusahaan yang membuat produk-produk yang paling keren di dunia. Diam dan lakukan pekerjaan Anda. Mungkin Anda bisa bertahan di sini." Itulah kompleksitas gagasan dan konsep yang ditanamkan Apple pada karyawan-karyawan barunya.

Lihat, semua hal, dari bisnis, orang-orang di dalamnya hingga kompleks aktivitas karyawan tunduk kepada satu misi perusahaan, yaitu menciptkan produk yang hebat. Apple tidak seperti perusahaan lainnya yang banyak mendengarkan pelanggan dan mengabulkan keinginan mereka. Apple justru memecahkan masalah pelanggan, tanpa diminta terlebih dahulu. Bahkan, kadang pelanggan tidak menyadari apa yang mereka inginkan.

Dengan fokus pada produk yang dicita-citakan, Apple telah melakukan disruptif terhadap hampir segala macam market dalam kategori teknologi. Ketika Mac pertama kali dirilis pada tahun 1984 dan mengusung konsep tampilan grafis yang senada dengan Hakekat karya yang dimiliki Steve Jobs, keberadaannya mengguncang pasar DOS yang saat itu berbasis teks. Hal tersebut memaksa Microsoft untuk mengikuti jejak Apple agar tetap relevan. Sekarang, user interface dengan tampilan ikon-ikon grafis menjadi "norma" bagi semua PC. Karyanya yang menciptakan user interface tersebut memberikan kedudukan dan kehormatan bagi Apple.

Pada awal tahun 2000-an, terjadi perubahan kebudayaan di dunia musik yang dilakukan oleh AppleApple "membalik" pasar musik dengan memperkenalkan iPod, sebuah piranti yang memudahkan orang untuk mengakses, membeli dan memutar musik dalam perjalanan. Keberadaan iPod dianggap tepat, mengingat industri musik konvensional (berbasis CD dan kaset) tidak bisa menghadang derasnya pembajakan musik. Sekarang, hanya dengan mengaksesnya secara online, kita bisa mendapatkan lagu berformat MP3.

Kemudian pada tahun 2007, Apple juga menganggu pasar telepon seluler lewat iPhone. Ketika semua pemain saat itu sibuk mengkalim dirinya sebagai ponsel cerdas, Apple hadir untuk meredefinisi ponsel cerdas dengan benar-benar menawarkan OS yang berbeda dari yang lain.

Lalu, pada tahun 2010, Apple memperkenalkan iPad. Idenya adalah untuk merancang kembali koputer pribadi yang bisa dibawa kemana-kemana. Sekarang iPad telah menjadi kekuatan yang mengganggu dinamika dan nasib industri PC tradisional. Berkat iPad -dan juga merek tablet lainnya-, penjualan laptop sempat turun 10% pada tahun 2012.

Sifat mengganggu Apple tidak diprediksi oleh siapa pun kecuali oleh Steve Jobs, Eksternalisasi (proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya) yang dilakukan Steve Jobs yakni gagasan perusahaan tentang bekerja bukan untuk memaksimalkan keuntungan seanyak-banyaknya. Tetapi sebaliknya, ia terlebih dahulu menciptakan nilai bagi pelanggan sebagai prioritas. Sebab, jika hati pelanggan sudah direbutnya, mereka akan lebih loyal dan menjadi pembela (advocate) dari merek Apple itu sendiri.

Jika merek Apple diserang kompetitor lain, konsumennya tak segan-segan untuk membela Apple. Itulah mengapa saya sebut. Steve Jobs berhasil mencetak banyak pengikut.


Terlepas dari kontroversi gaya hidupnya yang katanya aneh, Steve Jobs adalah manusia yang yakin bahwa kekuatan merek terletak pada misi (nilai agung) yang dimilikinya. Dari perusahaan yang hampir bangkrut, Steve Jobs berhasil mengubahnya menjadi salah satu perusahaan yang paling berharga dan berpengaruh di dunia. Setidaknya sampai saat ini.


Referensi:

http://techland.time.com/2013/02/11/has-apple-finished-disrupting-markets/

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar